-->

Sejarah Pasar Modal di Indonesia

Pasar modal di Indonesia dimulai ketika pemerintah Hindia Belanda mendirikan Bursa Efek Batavia pada akhir tahun 1912. Tujuan didirikannya bursa efek tersebut untuk memobilisasi dana dalam rangka membiayai perkebunan milik Belanda yang saat itu dikembangkan secara besar-besaran di Indonesia.

Pendirian bursa efek di Batavia diikuti dengan pendirian bursa efek di Semarang dan di Surabaya pada tahun 1955. Dengan berbekal pengalaman di negeri Belanda, bursa efek tersebut mengalami perkembangan yang pesat sampai akhirnya terhenti dengan adanya perang dunia kedua.

Selanjutnya memasuki era kemerdekaan, Bursa Efek Indonesia kembali diaktifkan dengan diterbitkannya obligasi pemerintah dan diberlakukannya UU darurat tentang Bursa No. 13 tahun 1951 yang kemudian ditetapkan dengan UU No. 15 tahun 1952.

Namun usaha mengaktifkan bursa efek tidak mengalami perkembangan sampai dekade 1970-an. Pemerintah mulai mengaktifkan kembali pasar modal di Indonesia tahun 1976 dengan dikeluarkannya Keppres No. 52 tahun 1976 tentang Pasar Modal.

Kemudian pada tanggal 10 Agustus 1977, pemerintah membentuk Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM) serta PT. Danareksa. Secara global, sejarah naik turunnya aktifitas pasar modal Indonesia dapat dibagi dalam tiga era yaitu:

1. Pra Deregulasi

Tahun 1977 sampai dengan 1987 dapat dikatakan sebagai periode yang suram bagi pasar modal Indonesia, sebab sebagaimana diketahui, sejak tahun 1977 sampai dengan 1987 hanya terdapat 24 perusahaan yang menawarkan saham dan 3 perusahaan yang menawarkan obligasi melalui Pasar Modal Indonesia. Sementara jumlah dana yang dapat dihimpun hanya berkisar Rp. 668,5 milyar.

Usaha pemerintah untuk mendorong pertumbuhan pasar modal dalam 5 tahun pertama setelah diaktifkannya pada tahun 1977 dilaksanakan melalui pemberian berbagai fasilitas perpajakan kepada para perusahaan yang go public, investor, dan para lembaga penunjang pasar modal termasuk para perantara perdagangan efek.

2. Era Deregulasi (1987 – 1990)

Berdasarkan dari pengamatan terhadap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan pasar modal, pemerintah menerbitkan 3 perangkat penting kebijaksanaan di bidang pasar modal yang pada intinya merupakan penyederhanaan terhadap ketentuan yang sudah ada.

Adapun perangkat kemudahan-kemudahan dimaksud, dituangkan dalam paketpaket deregulasi berikut ini:

a. Paket Desember 1987 (PakDes 1987).

Isi penting dari paket ini adalah:
  1. menghapuskan persyaratan laba minimum 10% dari modal sendiri dan
  2. dibukanya kesempatan bagi investor asing untuk berpartisipasi di Pasar Modal Indonesia dengan pemilikan saham-saham perusahaan sampai dengan 49% dari saham yang tercatat di Bursa.

b. Paket Oktober 1988 (PakTo 1988).

Melalui paket ini, yang juga dikenal dengan PakTo 1988, pemerintah telah melakukan terobosan, antara lain berupa:
  1. pengenaan pajak penghasilan atas bunga deposito berjangka dan sertifikat deposito tabungan,
  2. pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan pemberian kredit bank kepada nasabah perorangan dari nasabah grup yaitu secara berturut-turut tidak melebihi 20% dan 50% dari modal sendiri bank pemberi kredit,
  3. penetapan persyaratan modal minimum untuk mendirikan Bank Umum Swasta Nasional, Bank Pembangunan Swasta Nasional dan Bank Campuran, dan
  4. memberi peluang kepada bank untuk memanfaatkan pasar modal untuk memperluas permodalannya.

c. Paket Desember 1988 (PakDes 1988)

Melalui paket ini, pemerintah memberikan kesempatan kepada swasta untuk mendirikan dan menyelenggarakan bursa di luar Jakarta. Dengan kebijaksanaan ini, dibuka peluang bagi investor di Indonesia bagian lain untuk memperdagangkan efeknya di bursa tersebut sehingga investor tidak lagi harus memperdagangkan efeknya di Bursa Efek Jakarta. Dengan demikian diharapkan bahwa saham perusahaan akan lebih marketable.

3. Era Konsolidasi (1991 – Sekarang)

Berdasarkan Keppres No. 53/1990 dan SK Menteri Keuangan No. 119/KMK.010/1991 tentang Pasar Modal, pemerintah mengadakan perubahan secara mendasar, yaitu memisahkan fungsi BAPEPAM yang sebelumnya bertindak selaku pengawas dan sekaligus penyelenggara Bursa Efek Jakarta menjadi pengawas Bursa Efek Jakarta.

Dengan ketentuan baru tersebut BAPEPAM memfokuskan fungsinya selaku pengawas dan pembina seluruh lembaga yang terkait di bidang Pasar Modal termasuk Bursa Efek. Dengan fungsi baru ini BAPEPAM telah menjalankan fungsi-fungsi sebagai lazimnya yang dilakukan oleh berbagai lembaga serupa di negara-negara lain yang biasa disebut Securities Exchange Commission (SEC).

Di samping itu, BAPEPAM bukan lagi kepanjangan dari Badan Pelaksana Pasar Modal tetapi berubah menjadi Badan Pengawas Pasar Modal sesuai dengan fungsi baru. Hingga sekarang ini Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya bergabung menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI).

Click to comment